Selasa, 06 April 2010

metodologi penelitian bab III

Pertemuan ke III
BAB III
KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN

A. Perumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, tentu harus ada masalah. Nah, dalam mengungkapkan suatu masalah, tentu saja ada prosesnya.
Pertama-tama, yaitu konseptualisasi. Apa sih konseptualisasi itu?
Konseptualisasi kata dasarnya konsep, dan mempunyai makna sebuah proses pembentukkan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan.
Proses tersebut berjalan secara induktif (khusus-umum), dengan cara mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian merumuskan dalam bentuk konsep. Konsep bersifat abstrak, sedangkan gejala bersifat konkrit.
Konsep berada dalam bidang logika (teoritis), sedangkan gejala berada dalam bidang/dunia empiris (faktual) memberikan konsep pada gejala itulah yang disebut konseptualisasi, konsep bersifat abstrak dan dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal yang khusus.
Proses ini diawali dengan mengungkapkan permasalahan, penelitian, latar belakangnya, perumusannya, dan signifikansinya.
Masalah dalam penelitian, yaitu sebagai suatu kesengajaan yang ada diantara kenyataan dan harapan, serta apa yang ada dan apa yang seharusnya ada tidak sesuai dalam suatu peristiwa.
Suatu masalah penting untuk diteliti, dari segi kepentingan akademis, suatu penelitian bisa mengukuhkan teori yang ada, atau menyangkalnya atau merevisinya. Sedangkan kepentingan praktis, berhubungan dengan pentingnya penelitian itu dalam pengembangan program/pekerjaan tertentu.

Masalah dikelompokkan dalam 3 kategori:
1. Masalah Filosofis
Suatu masalah dikatakan filosofis jika gejala empirisnya tidak sesuai dengan pandangan hidup dalam masyarakat.

2. Masalah Kebijakan
Masalah yang tergolong dalam masalah kebijakan adalah perilaku-perilaku atau kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sipembuat kebijakan.
3. Masalah Ilmiah
Masalah yang tergolong dalam kategori masalah ilmiah adalah kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan teori ilmu pengetahuan.
Masalah sosial menampakkan diri pada konflict issue yang dapat ditangkap dari peristiwa-peristiwa yang ada dalam masyarakat. Untuk merumuskan masalah dari isu yang ada bisa dilakukan dengan cara mempertemukan gejala-gejala faktual dengan teori.
Perhatikan :
Untuk merumuskan masalah, perlu diperhatikan pokok-pokok yang membantu memperjelas masalah:
1. Pertanyaan tentang, mengapa masalah itu penting? dan untuk menjawabnya, perlu diungkapkan latar belakang permasalahannya.
2. Apa masalahnya? dan untuk menjawabnya perlu dilakukan penjajakan disekitar lokasi penelitian, untuk mengungkapkan gejala-gejala khusus dari setiap individu yang bermasalah. Dengan metode induksi, akhirnya kita dapat merumuskan konsep yang merupakan fokus penelitian kita, dan dengna konsep tersebut kita merumuskan masalah penelitian secara eksplisit, biasanya masalah itu dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.


A. Variabel
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa konsep bersifat abstrak, tetapi menunjuk pada objek-objek tertentu yang konkrit. Objek yang konkrit itu bersifat individual, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sifat dari objek-objek yang berbeda-beda itu adalah:
1. Mempunyai ciri umum yang sama;
2. Setiap objek berbeda, masing-masing mempunyai ciri tersendiri yang membedakannya dengan objek lain. Perbedaan-perbedaan itulah yang membuat objek-objek itu bervariasi, karena itu disebut variabel;
3. Perbedaan pada setiap objek terletak pada ukuran masing-masing, baik ukuran yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, karena ukuran yang berbeda itulah maka konsep itu disebut variabel.
Suatu konsep disebut variabel jika ia menampakkan variasi pada objek-objek yang ditunjukkannya. Jadi, konsep bukan variabel jika tidak tampak variasi pada objek-objek itu.
Dalam sebuah konsep dapat memiliki indikator empiris satu atau lebih, dengan indikator empiris itu kita merumuskan variabel secara operasional dari konsep. Definisi operasional dirumuskan sedemikian rupa, sehingga dapat berfungsi sebagai petunjuk untuk menemukan data yang tepat dalam dunia empiris.
Definisi operasional suatu variabel tidak boleh dirumuskan dalam bentuk sinonim. Contoh misalnya, kata “kerajinan belajar”, dirumuskan sebagai “kerajinan belajar” adalah ketekunan siswa untuk mempelajari bahan materi pelajaran. Nah, kerajinan dan ketekunan mempunyai makna yang sama.

Variabel terbagi menjadi 2 pasangan variabel, yakni sebagai berikut:
1. Variabel dependen dan variabel independen
Perbedaannya:
Variabel dependen disebut juga variabel tidak bebas, apabila nilai dan harganya ditentukan oleh satu atau beberapa variabel lain. Dalam hubungan ini, variabel lain itu disebut variabel independen atau variabel yang bebas. Variabel dependen sering juga disebut variabel indogen, sedangkan variabel independen disebut juga variabel eksogen.
2. Variabel kontinyu dan variabel dekrit
Kedua jenis variabel ini berbeda dalam cara pengukurannya. Variabel kontinyu dapat diukur dengan bilangan kontinyu, sedangkan variabel deskrit hanya bisa diukur dengan bilangan deskrit/bulat.

B. Skala Pengukuran
Setelah kita tahu berdasarkan materi yang telah dibahas, bahwa sifat indikator empiris yang pertama adalah dapat diamati, nah sifat yang kedua adalah dapat diukur pada skala tertentu. Pengukuran itu paling sedikit bertujuan untuk membedakan yang satu dengan yang lain.
Pengukuran merupakan suatu proses pemberian angka pada setiap objek dalam skala tertentu. Mengukur suatu variabel dapat dilakukan pada salah satu dari 4 skala pengukuran, yaitu: 1) skala nominal, 2) skala ordinal, 3) skala interval, 4) skala ratio.

Penjabarannya :
1. Skala Nominal
Skala nominal ini dapat ditetapkan pada setiap variabel, karena skala ini berfungsi untuk membedakan setiap objek pada variabel yang diukur adalah setatar, namun berbeda satu dengan yang lain.
Ciri-ciri dari skala nominal, yaitu:
a. Bersifat deksriminatif (membedakan)
b. Bersifat ekualitas dalam arti bahwa kategori-kategori dalam variabel itu sama
c. Simetris dalam arti bahwa angka 1 dapat diukur dengan angka 2
d. Pengkategoriannya bersifat tuntas

2. Skala Ordinal
Skala ini menunjukkan perbedaan antara kategori yang satu dengan kategori lainnya. Namun, perbedaan itu bukan perbedaan yang setatar, tetapi perbedaannya jenjang/tingkat.

3. Skala Interval
Skala ini menunjukkan pula perbedaan seperti pada skala nominal dan skala ordinal. Perbedaannya bahwa interval antara 1 dan 2, 2 dan 3 dan seterusnya adalah sama.

4. Skala Ratio
Skala ini hampir sama dengan skala interval, perbedaannya titik nolnya bersifat mutlak. Dilihat dari segi kehalusan pengukuran, skala ratio adalah yang paling tinggi, disusul dengan skala interval, skala ordinal dan terakhir skala nominal.

“Skala ratio dapat dirubah pada skala interval, skala interval tidak dapat dirubah pada skala ordinal, dan skala ordinal tidak dapat dirubah pada skala nominal. Namun pada umumnya, ordinal tidak bisa dirubah pada skala interval, dan skala interval tidak bisa dirubah pada skala ratio.

REFERENSI
Kerlinger, Fred N., 1973, Foundation of Behavior Research, New York: Holt Rine Hart and Winston
Bandingkan Yelon, Stephen L. et. al, 1977, A teachers world psychology in classroom, Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha, hal. 294
Price, James L., 1972, Handbok of Organizational Measurement, Toronto: D. C. Heath and Companya, hal. 138.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar